Senin, 04 Juli 2011

Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA, yakni singkatan namanya, lahir di desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun, adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, dan aktivis politik.Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati.Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.


Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usianya mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto, dan Ki Bagus Hadikusumo.

Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).

Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx, dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Soerjopranoto, Haji Fachrudin, AR Sutan Mansur, dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang andal.

Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Ia mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bid'ah, tarekat, dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Ia menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.

Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya mengundurkan diri pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.

Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia.Disamping Front PertahananNasional yang sudah ada didirikan pula Badan Pengawal Negeri & kota (BPNK). Pimpinan tersebut diberi nama Sekretariat yang terdiri dari lima orang yaitu HAMKA, Chatib Sulaeman, Udin, Rasuna Said dan Karim Halim. Ia menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pemilihan Umum tahun 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia, dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.

Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor, dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makassar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.

Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dan Merantau ke Deli.

Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan internasional seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.

Hamka meninggal dunia pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Ia bukan saja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.

sumber :: http://id.wikipedia.org/wiki/Haji_Abdul_Malik_Karim_Amrullah

1 komentar:

  1. Kau harapan islam
    Kesederhanaanmu mengecap kebahagiaan dunia
    Kau ulama' teragung
    Ketaqwaan dirimu
    Itu yang merantai jiwa ummah


    PERIBADI HAMKA

    Ku ukir rasa kagumku dengan adaptasi sebuah penulisan. Biarpun gambar ketika makan, tiadalah yang dapat ku gambarkan bagaimana kesederhanaanmu meruntun pelbagai jiwa. Biarpun tidak mengenalimu sebagai seorang pemimpin, tetapi dengan hanya melihat dari sudut sebagai seorang manusia, auramu sudah cukup untuk dikagumi.

    Mengapa saat melihat wajahmu bagai ada 'nur' terpancar di sebalik kedut-kedut tua?
    Mengapa ramai orang suka menatap gambarmu apatah lagi mengumpulnya sebagai koleksi peribadi?
    Mengapa menatap gambarmu begitu mengasyikkan? Terlalu bermakna untuk dihayati.
    Mengapa keperibadianmu tiada tolok bandingnya?
    Mengapa kesederhanaamu digilai rakyat marhaen?
    Mengapa manusia suka menjadikan dirimu sebagai idola mereka? Dari sejak kecil?
    Mengapa dirimu menjadi bualan masyarakat dunia? Dihormati oleh pelbagai kaum dan agama?

    Jasadmu sentiasa dikenali sebagai seorang Ulama Besar yang paling zuhud dan warak. Pada hampir setiap masa, di mana-mana saja, kopiah/pici dan serban tidak pernah ditanggal.

    Pemimpin yang tahu amanah Allah padanya, tidak sibuk menghimpun harta. Malah lebih mudah menyelami kesusahan hati rakyat. Begitulah kerendahan hati HAMKA menjaga kebajikan umat persis Khalifah Umar Al Khattab.

    Cukup terasa apabila rumahmu hanyalah sebuah rumah kampung biasa seperti yang dimiliki oleh rakyat kebanyakan. Rumah yang tidak berpagar sama sekali dan tiada pengawal keselamatan yang diupah untuk menjaga.

    Cukup terpikat dengan kezuhudan yang hadir membasahi bumi serambi Mekah. Al Azhar bangun bukan bersifat materialistik duniawi tetapi dengan bertunjangkan rohani dalam payungan keberkatan dan keredhaan Allah.

    Biar! Biar rakyat miskin harta jangan sekali-sekali miskin ilmu. Biar rakyat kaya amal soleh. Umpama bintang-bintang di langit, kehidupanmu diteladani buat ikutan umat. Susah untuk mencari pemimpin zuhud di fatamorgana ini, semoga HAMKA guru kesayangan dunia diberi tempat yang baik.

    Mari teman! Jalankan amanah kita. Begitu pentingnya memilih pemimpin yang adil, bersih dan amanah apabila di"highlight"kan yang pertama sekali daripada 7 golongan yang akan diberi perlindungan Allah kelak di dalam Hadis Muttafaq'alaih.

    Sabda Baginda SAW : "Tujuh golongan yang Allah berikan lindungan kepada mereka pada hari yang tiada lindungan melainkan lindungan Allah ; pemerintah yang adil, pemuda yang membesar dalam keadaan beribadah kepada Allah...

    Kenapa pertama sekali facebooker? Penting sangatkah?

    Dr Mustafa Said al Khin dalam kitab Nuzhah al Muttaqin menjelaskan sebab di dahulukan pemerintah yang adil daripada selainnya ialah kerana banyak kebaikan yang berkaitan dengannya.

    Menjadi tanggungjawab asas kepada setiap pemimpin memastikan keadilan ditegak dan dipelihara kerana ia akan memastikan banyak kebaikan dapat dinikmati masyarakat. Banyak sabda baginda menyuruh pemimpin bersifat adil. Nabi SAW bersabda yang bermaksud :

    "Ahli syurga itu ada tiga golongan: pemimpin yang adil serta mendapat taufik, lelaki penyayang dan lembut hatinya terhadap kaum kerabatnya dan orang Islam, dan orang tidak kaya yang mempunyai tanggungan banyak tetapi menjaga kehormatan diri dengan tidak meminta-minta." - (Hadis riwayat Muslim)

    BalasHapus